PILIH MUSA ATAU FIR'AUN..?
Ketika Allah SWT memberi tugas kepada Musa untuk berdakwah kepada Fir’aun, sebagai manusia biasa tentu saja ada rasa takut dan bimbang sehingga Beliau kemudian berdoa yang doanya terukir indah dalam Al-Qur’an, “Rabbi Sharli Sadri wa yassirli amri wahlul uqdatan mil-lisaani yafqahu qawli” (Ya Allah lapangkanlah dadaku, mudahkanlah urusanku dan hilangkanlah kekakuan lidahku).
Disini Musa telah memasrahkan hidupnya kepada Allah SWT, dari seorang pangeran Mesir (karena menjadi anak angkat kesayangan Fir'aun) yang gagah perkasa menjadi seorang hamba Allah yang rendah hati dan penuh kepasrahan kepada Allah SWT. Musa telah berhasil menghilangkan dirinya, melenyapkan ego nya, sehingga muncullah Kebesaran Ilahi dalam setiap tindakan yang dilakukannya.
Musa adalah jawaban dari Allah SWT atas doa orang-orang teraniaya dari bangsa Israel selama bertahun-tahun. Fir’aun sebagai Raja kejam dan zalim telah berhasil menghilangkan identitas asli dari bangsa Israel yang dibina oleh Nabi Ibrahim. Mereka menjadi bangsa sakit dan tertindas, takut akan kekuasaan dan mudah di iming-iming harta. Gambaran bangsa Israel sebelum datang Nabi Musa AS seperti yang digambarkan oleh Nabi dalam hadist tentang ummat Islam di akhir zaman, “Cinta dunia dan takut Mati”.
Orang yang “Cinta Dunia” akan mudah di sogok dan di iming-iming, baik dengan harta maupun kekuasaan, mudah di tipu dan dipecah belah, sementara sifat “Takut Mati” akan melahirkan manusia-manusia penakut yang sangat mudah ditindas dan di intimidasi, sehingga mereka tidak ada keberanian untuk melawan sedikitpun. Mereka meyakini akan kekuasaan Allah akan tetapi dalam praktek keseharian, mareka sangat takut kehilangan apapun, baik harta, jabatan maupun fasilitas hidup. Mereka telah kehilangan jati diri dan mereka sebenarnya telah mati sebelum mengalami mati secara fisik.
Musa diberi tugas melebihi batas kemampuan manusia biasa, melawan tirani Fir’aun, kemudian membebaskan bangsanya yang berjumlah puluhan ribu orang, berjalan kaki melewati ribuan kilometer jarak tempuh. Coba anda bayangkan bagaimana sulitnya mengkoordinir manusia dalam jumlah puluhan ribu orang yang selama bertahun-tahun mentalnya telah dirusak total oleh Fir’aun. Bangsa dalam jumlah puluhan ribu orang ini, dengan 12 suku dan terpecah-pecah dalam berbagai fraksi harus bisa berada dalam satu komando yaitu Komando Musa. Inilah tugas Maha Berat yang di pikul oleh Musa dan kenapa Musa berhasil karena ada keyakinan akan Allah SWT yang terpatri dalam jiwanya, ada bekal ilmu-ilmu rohani yang dipelajari dari Guru Rohaninya yaitu Khidir AS, sehingga segala tindakan Musa selalu dibimbing oleh Allah SWT.
Semenjak diberi tugas oleh Allah SWT untuk berdakwah di negeri Fir’aun, Musa telah mengalami tekanan demi tekanan, mulai serangan tukang sihir fir’aun, usaha pembunuhan dan puncaknya ketika puluhan ribu orang dibawah pimpinan Musa dikejar oleh pasukan Fir'aun dan tersudut di pinggir laut merah. Di depan mereka laut, sementara dibelakang mereka pasukan Fir’aun. Berenang di laut akan mengalami kematian, mundur kebelakang akan dibantai oleh pasukan Fir’aun. Musa sudah pasrah di atas pasrah, menyerahkan segalanya kepada Allah SWT. Kondisinya persis seperti kondisi Nabi Muhammad SAW ketika perang pertama yang dikenal dengan perang badar, sehingga dalam kepasrahan tersebut Nabi Berdoa, “Ya Allah, aku nantikan janji-Mu. Ya Allah, jika pasukanku ini kalah, niscaya tidak ada lagi orang yang akan menyembahmu di bumi ini.”
Musa dengan total telah menyerahkan jiwa dan raganya kepada Allah, diri Musa telah lenyap dalam kemahabesaran Allah SWT, disaat itulah Allah SWT memberi perintah kepada Musa, “Musa lemparkan tongkatmu!”. Tanpa bertanya Musa melempar tongkatnya ke laut sebagai wujud kepatuhan total kepada Allah. Musa tidak pernah tahu kenapa harus melempar tongkat ke laut, padahal doanya adalah bagaimana pasukan Firlaun hancur, apa hubungan antara melempar tongkat dengan hancurnya musuh? Namun Musa telah di didik dengan baik oleh Khidir AS, sebuah didikan adap dan akhlak yang tinggi agar tidak pernah bertanya terhadap apapun yang diberikan oleh Allah SWT. Musa telah sempurna berada dalam MAQAM KEPATUHAN, MAQAM para kekasih Allah SWT
Melempar tongkat juga memberikan kesadaran penuh kepada Musa bahwa bukan dirinya yang menyelamatkan Bani Israel, bukan dirinya yang membelah laut, tapi kudrat dan iradat Allah lah yang melakukan semuanya. Kedua tangan Musa yang kecil dan tidak berdaya, berubah menjadi tangan dan kekuasaan Allah yang Maha Kuat dan Perkasa, sehingga laut pun terbelah dengan seketika dan puluhan ribu orang selamat. Begitu pentingnya pelajaran menghilangkan diri ini, sehingga Allah mengajari kita semua lewat firmanNya kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, “Bukan engkau (Muhammad) melempar, memanah, tapi AKU!”, tercacat dalam surat al Anfal ayat 17, “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
Allah SWT telah memberikan takdir kepada MUSA untuk menang melawan tirani Fir’aun dan Dia juga memberikan jalan cerita indah kepada Musa dan pengikutnya untuk dikenang dan dijadikan pelajaran di generasi kemudian, walaupun jalan cerita indah tersebut dilewati dengan penuh kesengsaraan. Kesusahan dan kesengsaraan itu harus dilewati, agar Musa bisa mengetahui yang mana SAHABAT SEJATI, yang mana pula sekedar penggembira dan yang mana pula yang hanya berpura-pura. Allah SWT memberikan peringatan kepada kita semua bahwa disaat sebuah negeri sudah diperintah dengan Hawa Nafsu, maka Allah akan mengirim MUSA-MUSA baru dalam wujud yang berbeda namun dengan misi yang sama yaitu membawa kembali manusia dari lembah nafsu yang penuh ketakutan kepada Jalan Allah yang penuh ketenangan dan kedamaian.
Di kemudian hari, setelah MUSA Menang selamat dengan cara ditenggalamkan Fir’aun dalam lautan, Musa sadar bahwa kemenangan itu bukanlah akhir dari perjuangan, tapi awal perjuangan baru yang jauh lebih berat yaitu membina mental dari pengikutnya menjadi ahlak yang baik, akhlak yang disukai oleh Allah SWT.
Kemenangan bagi MUSA bukanlah tujuan karena kalau itu sebuah tujuan maka setelah selamat dari kejaran Fir’aun, diseberang lautan Musa akan langsung mendirikan kerajaan baru, menggantikan kerajaan Fir’aun. Musa tidak untuk berkuasa tapi untuk menjadi sahabat bagi bangsa Israel yang tertindas. Musa menjadi pelita dalam kegelapan, menjadi garam dalam hambarnya makanan dan menjadi oase di tengah gersangnya sahara. Musa telah mengajarkan kita semua tentang perbedaan antara “Leader” dan “Boss” dimana seorang Leader bisa menginspirasi dan memberikan semangat kepada orang-orang bersamanya sementara Boss memberikan perintah dan tekanan kepada bawahannya.
Kemenangan MUSA dicatat dengan indah dalam baris-baris ayat Al-Qur’an dan Nabi Muhammad SAW melakukan puasa di 10 Muharam sebagai rasa syukur, merayakan kemenangan Musa yang terjadi ribuan tahun lalu. Kita pun wajib merayakan Kemenangan MUSA, kemenangan orang-orang tertindas dan teraniaya oleh angkara murka raja zalim.
Dan… andai… sekali lagi andai… kita ditakdirkan hidup di zaman Musa, tentu kita tidak memilih Fir’aun sebagai sekutu walaupun di iming-iming kekuasaan dan diberi ancaman, kita juga tidak memilih menjadi seorang munafik yang hanya diam tanpa memihak…hati kecilnya kita PASTi memilih MENANG bersama MUSA!.
@ selamat malam mingguan @
0 Komentar